Kasus Penyadapan Australia pada SBY

23/11/2013 12:02

Buntut Penyadapan Australia, Ini 3 Hal yang akan Dilakukan Indonesia

Jumpa pers SBY soal penyadapan Australia (Foto: Abror Rizki/Rumgapers Istana)

Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggarisbawahi 3 hal yang akan dilakukan Indonesia terkait penyadapan yang dilakukan Australia. Berikut 3 hal tersebut.

"Oleh karena itu maka ada 3 hal yang Indonesia akan lakukan ke depan ini," demikian pernyataan Presiden SBY dalam jumpa pers khusus menyikapi penyadapan Australia di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2013).

Pertama, Indonesia menunggu penjelasan resmi Australia pada Indonesia, bukan pada komunitas di Australia.

Kedua, berangkat dari kasus penyadapan itu pada Presiden Republik Indonesia dan pejabat Indonesia, 2 hari lalu ada sejumlah agenda kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Australia, diminta untuk dihentikan. 

"Yang jelas untuk sementara dihentikan dulu kerjasama yang disebut pertukaran informasi dan pertukaran intelijen di antara dua negara. Dihentikan dulu latihan-latihan bersama antara tentara Indonesia dan Australia baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Polri," kata SBY. 

Penghentian itu juga berlaku pada Coordinated Military Operation

(sumber :news.detik.com/.../buntut-penyadapan-australia-ini-3-...‎)

Ini Alasan SBY Marah terhadap Penyadapan Australia

Kamis, Susilo Bambang Yudhoyono (Foto: Reuters)JAKARTA – Kemarahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap penyadapan Australia cukup beralasan. Pasalnya, Asutralia melakukan penyadapan yang bersifat ofensif.

“Dalam dunia intelijen, melakukan monitor sinyal (signal monitoring) pada target-target asing adalah hal yang wajar. Kita juga melakukannya,” ujar pengamat intelijen dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, saat dihubungi Okezone, Jakarta, Kamis (21/11/2013).
 
“Yang dilakukan terhadap SBY adalah penyadapan jalur telefon (wire-tapping) yang sifatnya ofensif,” lanjutnya.
 
Andi tidak menafikan intelijen Indonesia juga pernah melakukan penyadapan ofensif ke Australia. Aksi intelijen Indonesia itu dilakukan di tengah referendum Timor Leste.
 
Ditambahkan, pemerintah sebenarnya bisa mencegah aksi penyadapan negara asing. Caranya yakni dengan memasang alat anti-sadap dan melakukan kontra-intelijen.

(sumber : international.okezone.com/.../ini-alasan-sby-marah-ter... )

Bertemu, Pimpinan DPR RI-Rusia Bahas Penyadapan Australia

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso | KOMPAS.com/Indra Akun
 

JAKARTA, KOMPAS.com — Pertemuan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Wakil Ketua Parlemen Rusia yang digelar di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (20/11/2013) malam, juga membahas masalah penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat Indonesia.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menjelaskan, hadir dalam pertemuan tersebut yakni Wakil Ketua Parleman Rusia Nikolai Levichev didampingi oleh Duta Besar Rusia di Indonesia Mikhail Galuzin.

"Semalam sampai sekitar jam 22.30 WIB, kita cerita beberapa hal, termasuk menanyakan Edward Snowden," kata Priyo di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (21/11/2013).

Priyo mengatakan, kedatangan Wakil Ketua Parlemen Rusia ke Indonesia untuk membalas kedatangan Priyo yang pada dua pekan lalu datang ke Rusia. Priyo ke Rusia dalam rangka hari ulang tahun konstitusi Rusia.

Pembahasan mengenai penyadapan Australia di luar agenda utama. Beberapa hal yang menjadi agenda utama yakni mengenai sikap Rusia pada konflik di Suriah yang berbeda sikap dengan Amerika Serikat, pembahasan mengenai Laut China Selatan, dan isu-isu internasional terkini termasuk mengenai hubungan bilateral yang dijalin Indonesia dengan Rusia.

"Setelah makan malam kita berbicara banyak, termasuk tentang penyadapan Australia. Ini adalah pertemuan dengan pimpinan parlemen terlama setelah bertemu dengan delegasi Amerika Serikat sekitar enam bulan lalu," ujarnya.

Seperti diberitakan, hubungan Indonesia dan Australia kembali memanas setelah media Australia dan Inggris memuat dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai kontrak Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden, yang kini mendapat suaka dari Pemerintah Rusia.

Dalam dokumen itu terungkap bahwa dinas intelijen Australia, DSD, telah menyadap telepon seluler para pejabat tinggi Indonesia, termasuk Presiden dan Ny Ani Yudhoyono pada Agustus 2009.

Dokumen rahasia itu berhasil didapatkan oleh Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan media Inggris, The Guardian. Dokumen tersebut menunjukkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang yang masuk dalam lingkaran dalamnya menjadi target penyadapan Australia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku tak habis pikir mengapa Australia melakukan penyadapan. Presiden SBY mengirim surat ke Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, untuk meminta penjelasan dan sikap resmi Australia terkait penyadapan tersebut.

(sumber : nasional.kompas.com/.../Bertemu.Pimpinan.DPR.RI-R...‎ )

Penyadapan, Australia Didesak Minta Maaf ke SBYPenyadapan, Australia Didesak Minta Maaf ke SBY

Presiden SBY juga menyesali pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang meremehkan masalah penyadapan terhadap pemerintah Indonesia ini, tanpa ada penyesalan apapun. TEMPO/Subekti

TEMPO.COKupang - Mantan agen Imigrasi Kedutaan Besar (Kedubes) Australia, Ferdi Tanoni, mendesak pemerintah Australia meminta maaf kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas tindakan penyadapan karena telah melakukan tindakan ilegal.

"Alasan apa pun, Australia telah melakukan sebuah tindakan ilegal dengan tidak menjunjung tinggi etika dan nilai persahabatan kedua negara," kata Ferdi kepada wartawan di Kupang, Rabu, 20 November 2013. (Baca juga: Menlu Marty-Dubes Nadjib Langsung Bahas Penyadapan)

Peraih Civil Justice Award Nasional dari Aliansi Pengacara Australia (ALA) ini menanggapi tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono serta sejumlah menteri.

Pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott, menurut dia, tidak bisa memandang sepele masalah penyadapan tersebut. Sebab, Indonesia juga bisa menyepelekan masalah manusia perahu atau imigran gelap yang mencari suaka ke Australia melalui perairan Nusa Tenggara Timur (NTT). (Baca juga: Beber Penyadapan Australia, Bos ABC 'Disidang' )

"Ini masalah serius, jangan dianggap sepele. Karena Indonesia juga bisa menganggap masalah imigran gelap adalah masalah sepele," katanya.

Indonesia, kata Ferdi, harusnya lebih tegas dalam menghadapi sikap Australia tersebut dengan meninjau kembali perjanjian bilateral kedua negara serta membatalkan seluruh perjanjian RI- Australia tentang zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan batas-batas dasar laut tertentu, serta batas landas kontinen di Laut Timor dan Arafura. (Baca juga: Penyadapan, Kerja Sama RI-Australia Ditinjau Ulang

Perjanjian itu, dia melanjutkan, telah terjadi perubahan geopolitik yang sangat signifikan di kawasan Laut Timor dengan lahirnya sebuah negara baru bernama Timor Leste. Dengan demikian, Laut Timor bukan lagi hanya milik dua negara, yakni Indonesia dan Australia, tapi juga milik Timor Leste. "Perjanjian-perjanjian itu sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat Nusa Tenggara Timur," katanya.

Kerugian lain yang dirasakan adalah masalah pencemaran di Laut Timor yang hingga kini tak kunjung selesai, akibat meledaknya ladang minyak Montara di Blok Atlas Australia. "Indonesia selalu dijadikan limbah oleh Australia, termasuk masalah lingkungan," katanya. (Baca juga: Kisah di Balik Pemberitaan ABC Soal Penyadapan

 

 

( sumber : www.tempo.co/.../Penyadapan-Australia-Didesak-Mint...‎ 

Isi Surat Balasan PM Australia ke SBY Tak Akan Dibuka ke Publik

 


Jakarta - Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengirim surat balasan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait isu penyadapan. Meski didesak beberapa pihak, isi surat itu dipastikan tak akan dibuka ke publik.

"Tidak, itu surat antar kepala negara. Tidak etis disampaikan pada publik," kata Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, saat dikonfirmasi detikcom, Minggu (24/11/2013).

Menurut Julian, surat itu ditujukan sebagai penjelasan atas protes yang disampaikan SBY terkait penyadapan. Secara etika, memang tidak ada keharusan untuk membuka isinya secara gamblang ke masyarakat. 

Yang jelas, surat tersebut kini sudah berada di tangan presiden dan sedang dipelajari bersama Menlu Marty Natalegawa. "Nanti penjelasannya bisa ditanyakan ke menlu," imbuhnya.

Presiden SBY menerima surat balasan dari PM Abbott pada Sabtu (23/11/2013) siang saat sedang di Bali. Belum jelas apa isinya, namun apa pun isi surat itu, akan berdampak pada hubungan kerja sama Indonesia dan Australia ke depannya.

Ketua DPD Irman Gusman sebelumnya mendesak agar isi surat itu dibuka.

(sumber : news.detik.com/)

SBY dan Menlu Pelajari Surat Balasan dari PM Tony Abbott

 

Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menerima surat balasan dari Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott terkait isu penyadapan. Surat itu kini sedang dipelajari dari Abbott.

"Sudah dibaca dan sekarang sedang dipelajari," kata juru bicara kepresiden Julian A Pasha kepada detikcom, Sabtu (23/11/2013).

SBY menerima surat tersebut saat ada di Bali. Surat itu kini sedang dipelajari SBY bersama dengan Mensesneg Sudi Silahahi dan Menlu Marty Natalegawa.

Surat itu juga besar kemungkinan akan dibalas oleh SBY. Namun Julian tidak bisa memastikan kapan balasan itu akan dikirimkan ke Australia.

"Tapi yang terpenting adalah melalui jalur diplomasi untuk melakukan sesuatu yang baik ke depan, untuk kepentingan kita (Indonesia). Tentu Australia juga sudah mengisyaratkan akan melakukan hal-hal yang tidak membuat situasi menjadi tidak baik ke depan," tandas Julian.

Julian tidak mengetahui apa isi surat balasan Abbott. Dia tidak diajak untuk membahas isi surat tersebut.

(sumber :news.detik.com/)